The Writer
Cerpenis : Cahyon Elix’s
Perasaan semangat setelah aku menyelesaikan satu karya tulis ku dan ingin ku perlihatkan pada teman perempuan ku yang biasanya membaca karya ku. Namun akhirnya kesenangan itu berubah menjadi badai yang membuat pohon imajinasi di perasaan ku tumbang.
“El mau lihat hasil karya tulis ku ?aku bikin cerpen baru lho hari ini.”
“hem coba lihat.” Ucap Elsa seolah di sangat cuek pada ku.
“ya ini.”ucapku sambil senang sekali saat itu. Beberapa menit setelah membacanya Elsa mengasihkan kembali karya ku dengan respon yang datar. Eka temen Elsa sebangku memanggilnya dan karya tulis ku di abaikan begitu saja.
“Biasa aja ini. Ya Ka tunggu benar ka !” ucap Elsa yang menghasilkan karya ku seolah ekspresi amat datar sekali dan berlari pergi ke kantin dengan Eka. Itulah kenapa aku menjadi sangat jauh saat itu. Masalahnya itu yang membuat mood ku turun secara drastis.
Siang dimana saat mentari di sudut 120 derajat dan mengakhiri pelajaran di sekolah. Kami sahabat sebangku dan tetanggaan selalu saling menyemangati satu sama lain di saat dari kami hampir jatuh dan tak bisa bangkit dari semuanya. Namun Nanda kelihatannya melihat ekspresi ku yang menjadi pemurung secara tiba –tiba.
“kenapa Ren ? agak nggak seperti biasanya dirimu menjadi pemurung seperti ini.”ucap Nanda yang memperhatikan ku. Saat sebuah karya tulis ku disepelekan oleh teman perempuan ku sekelas.
“hem. Bisa ikut ke toko buku nggak ? nda hari ini.”
“ya bisa – bisa.”
Hari itu bagaikan hujan badai di perasaan ini. Mood yang berkurang drastis membuat ku terjatuh. Aku merasa bahwa diri ku tidak terlalu bisa apa – apa. Setelah di toko buku kami melihat di rak – rak buku yang disana tertata rapi hasil karya – karya novelis terbaik.
“ wah... novel baru Ren. Coba lihat !”
“pasti itu buatnya bertahun – tahun.”
“hehehe bisa aja kamu kawan.”
“lihat saja tebalnya setebel kamus Inggris – Indonesia.”
“ya masih tebelan itu lah Ren. Dah ayo pulang keburu malam kawan.”
Kami menuju ke kasir setelah aku membeli pena dan satu notebook kecil. Setelah pulang dari toko buku Nanda tiba- tiba bertanya di teras depan rumah ku.
“eh eh eh tunggu dulu. Ada apa? Ada yang ketinggalan?” Ucap ku seolah kaget.
“nggak. Kamu kenapa pulang sekolah tadi sempet murung ekspresi wajah mu.”
“hehehe nggak papa i.”
“halah jujur aja. Katanya sahabat.”
“okelah begini Elsa menyepelakan cerpen baru yang aku buat. Ekspresinya tuh datar banget gitu Nda. Pohon imajinasiku serasa terkena cuekannya itu seperti badai yang menumbangkan pohon imajinasi ku.”
“ healah. Gara – gara itu kamu mau menyerah. Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Ki hajar Dewantara, dan Douwes Dekker. kamu tahu ?”
“tahu ! emang kenapa?”
“Beliau adalah seorang penulis juga tulisannya itu selalu ditentang oleh pemerintah Belanda dan beliau tidak menyera. Semakin beliau di tentang oleh pemerintah Belanda semakin semangat menulis artikel dan di buat di koran. Masak kamu gara – gara gitu tumbang? Semangat dong kawan. Bermimpilah menjadi yang terbaik dan berusahalah.”
“ya sih Nda. Ok. Makasih kawan atas semangatnya.”
Setelah itu nanda pergi pulang dan aku langsung masuk kerumah untuk mandi. Setelah bersih diri kini menuju ke tempat belajar. Kini coretan pena ku mulai berkarya kembali. Para pahlawan bermimpi untuk memerdekakan rakyatnya pada masa penjajahan Belanda. Kini aku harus semangat dan semangat membara sekali. Bahwa aku bermimpi untuk menjadi seorang penulis yang seperti tokoh tiga serangkai. Kini aku juga harus yakin bahwa mimpi ku bisa ku capai.
Saat itu dimana ilmu SMA sudah berganti dengan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Setelah semangat dari kawan ku 2 tahun yang lalu. Aku bisa mewujudkan membuat suatu karya tulis yang bisa dimuat di media massa dan aku sangat berterima kasih pada mu kawan. Walaupun sudah lama kami tak bertemu. Kini kami dipertemukan di sebuah bukit perkebunan mawar nya.
Terima kasih kawan. If you have a dream. Can is you try, Be patient, and always Optimic
Komentar
Posting Komentar