Kakek Buyut Sang Pengukir


Pengarang oleh Cahyon Elix’s

 

Selembar foto memulai awal kisah, aku merindukan bahwa kasih sayang keluarga adalah harta yang paling sangat berharga. Terkumpul dalam suatu album aku membukanya. Saat aku duduk di atas sofa ruang tamu terkenang memori lampau kian berputar. Aku dan anak laki – laki ku yang berusia 7 tahun melihat albumnya. Kiranya anak laki – laki itu adalah kakak laki – lakinya dan tertawalah dia.

         “ayah ini kakak Arjun ya?” tutur Arjun anak laki – laki ku.

         “hehe. Bukan.” Jawabku dengan tersenyum.

         “lah lantas siapa ini ayah ?”

         “itu waktu ayah masih kecil juga seusia kamu.” Jelasku.

         “aduh enaknya ini sama kakek ya?” tanya Arjun.

         “bukan, itu sama kakek buyutmu. Kita lagi mainan boneka Komodo yang terbuat dari kayu randu.” Ceritaku.

         “pasti kakek buyut pandai memahat ya ayah? Jadi pengen ketemu kakek buyut.” Sahut Arjun dengan wajah meraut sedih.

         “sabar ya. Ini kan Arjun sudah bersama ayah hehe.”

         Setelahnya Arjun menutup buku album foto masa kecil ku. Bahkan dia selepas menutup buku itu meletakkannya di dalam lemari. Lalu duduk dan bertanya kepadaku.

         “ayah?”

         “iya kenapa bukunya dikembalikan?”

         “Arjun pengen tahu seperti apa. Cerita tentang kakek buyut saat dia bersama ayah, waktu ayah kecil?” tanya Arjun dengan wajah penuh penasaran.

         “ hehe. Kenapa Arjun sepenasaran itu kah dengan kakek buyut?” sela ku bertanya ganti dengannya.

         “iya Arjun sangat penasaran bahkan pengen datang dengan kalian di masa lampau.” Ujar Arjun.

         “terus mainan Komodo dari kayu randu yang ada di foto masih ada ?” tanya lagi dari Arjun.

         “iya ayah cari in bentar ya. Soalnya ayah simpan di dalam almari ayah. Agar mengenal sosok semangat dari kakek buyut waktu masih ada di dunia.” Jawabku dan berjalan menuju ke almari yang ada di kamar tamu.

         Selepasnya aku memberikan mainan boneka Komodo ke Arjun. Bahagia dan terheran heran dengan ukiran yang dibuat dari kakek buyutnya. Ukiran yang sangat abstrak menyerupai Komodo tak kalah dengan mainan di era modern.

         “woah ukiran sisik kodomo ini sungguh sangat bagus sekali ayah.” Tutur Arjun dengan memegang boneka kodomo.

         “iya dulu kakek buyut mu adalah seorang pengukir kayu kerjanya. Hehe.” Sahut ku.

         “oh pantas. Tahu gitu jika beliau masih hidup. Aku mau request saat ini. Bagaimana kalau aku request dibuatkan boneka labubu pasti lebih mengesankan untuk di jual ya ayah. Hehehe.” Ujar Arjun dengan membayangkan sebuah boneka yang sedang trend pada saat era sekarang.

         Dalam imajinasi Arjun mulai terbayangkan jika dia bisa merasakan kasih sayang seorang kakek buyutnya saat ini. Pasti belajar di usia muda adalah peluang yang bisa digapai. Kemudian istri ku datang dari pasar membawakan sebuah buah – buah untuk kami.

         “ayah … Arjun.. mama pulang.” Papa istri ku dengan menanting sebuah kantong kresek putih berisikan buah apel hijau.

         “mama? Mama pulang yah, lagi bawa apaan ini mama ?” tanya Arjun dengan berlari dan meminta bawaan istri yang berisi apel hijau itu.

         “yeee. Ada apel ayah.. kita makan buah. Hehe.” Sorak Arjun.

         “iya nak makan buah biar kuat.” Ujar ku dengan mengacungkan satu jempol.

         Moment kebersamaan dengan anak laki – laki ku adalah saat kita menjadi satu keluarga. Sedangkan momen - momen seperti itu tampaknya tidak akan bisa terulang saat ini di usia 60 tahun. Bahkan anak laki – laki sekarang sudah memiliki kesibukan dengan keluarganya dengan kedua anak dan juga istrinya yang berada di luar negeri. Sesuatu kebersamaan ini bahkan selalu aku rindukan dengan pahatan dari kakek tentang Komodo yang bersisik dengan seni ukiran ini. Dari Komodo itu awal anak laki – laki ku tentang kakek buyutnya. Sedangkan aku ingin sekali kebersamaan ini abadi bersama dalam satu rumah. Tetapi jika itu terjadi maka masa depan tidak seperti roda yang berputar. Sekejap istri ku mengingatkan ku dengan duduk di sampingku diatas kursi yang terbuat dari bambu.

         “halo pak. Mbah kung. Kamu merindukan Arjun dan cucu mu yang sedang di negeri sabrang ya.” Tanya istri ku yang mendadak, mengagetkan ku dan bergurau bersama di atas kursi bambu.

         “waduh, haduh kaget bapak. Iya buk aku merindukan saat masa kecil Arjun yang selalu membuat rumah menjadi ramai dan penuh keceriaan di dalamnya.” Ucapku sambil melihat bintang terang di area teras rumah bersama Istri ku.

         “ hehe iya pak, memang waktu begitu cepat ku kira sekejap. Mama juga teringat saat Arjun berangkat sekolah SD, kita berboncengan sepeda dengan kaki Arjun yang terlalu lebar dikerahkan. Akhirnya kakinya menendang temannya yang berjalan di sampingnya.” Cerita istriku dengan mata yang berbinar – binar seolah merindukan saat – saat itu.

         “lah terus bagaimana dengan temannya arjun yang ditendang saat itu ma?” tanya ku dengan terheran.

         “ya temannya marah – marah dan akhirnya Arjun bercerita mereka berantem setelah istirahat di sekolah.” Lanjut cerita istriku.

         “waduh, Arjun sempat berkelahi ternyata ya. Hehe. Kenapa yang aksi nakalnya tidak pernah dia bercerita ke ayahnya ini.” Tutur ku dengan menggeleng gelengkan kepala.

         “ya mungkin takut kalau ayahnya marah – marah pak. Mana mungkin bapak diam aja.” Sahut istriku.

         Kini moment masa tua ku bersama hanya dua orang dalam rumah. Kita duduk dengan keheningan malam bercampur suasana lagu nostalgia jaman 90 an. Tenang memang sangat menyenangkan , tetapi kebersamaan dengan anak memang adalah pelengkap dimana rasa keharmonisan lebih sangat terasa. Hari pun mulai larut malam kita bersenda gurau dan tak kami rasakan detikan jam yang berputar.

         “loh sudah jam 11 malam pak. Sudah sangat malam sekali ternyata. Tidur -tidur.” Kata istriku dengan berjalan menuju ke dalam rumah. Lalu mematikan radio yang kita putar. Di usia tua mungkin yang sering menjadi masalah dengan semuanya adalah suatu kepikunan.

         Hari raya kemungkinan tinggal sebulan lagi ini sudah ke empat tahunya mereka tidak bisa datang berkumpul. Sangat sibuk dengan kehidupan Arjun dengan keluarganya, di samping itu putraku bekerja di perkebunan nanas di sana. Saat pulang empat tahun terakhir lalu sering memberikan bingkisan keripik nanas dari luar negeri. Dari kedua cucuku mungkin sekarang sedang duduk di bangku SMP. Dari cerita ponsel cucuku terdengar curhat tentang keusilan saudara kecilnya dengannya dan juga keharmonisan ibunya saat berkumpul adalah istimewa.

         Pagi sekali ponsel ku berdering ternyata ada panggilan dari Arjun dan beserta keluarga kecilnya. Mereka tampak dalam sebuah video call berjalan ke bandara untuk berangkat pulang kampung ke sini. Dia berkata untuk menjaga keselamatan mendekati hari raya kami seraya berangkat pulang kampung lebih awalan, agar terhindar dari kehabisan tiket pesawat. Dalam berkat kerinduan semalam Tuhan mengabulkan suara hati kerinduan ku dengan mereka. Istriku dengan sangat Bahagia mendengarkan kabar Bahagia dari mereka.

         “kakek nenek baik – baik ya menunggu kami. Ini kami bawakan oleh – oleh untuk kalian.hehe” ujar David cucu laki – laki ku dalam video call sambil menanting kue selai nanas.

         “iya – iya doa kami menyertai keselamatan kalian ya. Hati – hati di jalan.” Tutur aku dan istri ku di ponsel.

         Panggilan pun berakhir dan kerinduan kami terjawab akan Tuhan. Seraya kami menyiapkan jamuan dengan seadanya dan secepat jarum detik berputar. Pukul 7 malam mereka tiba dan kami bertemu penuh suasana haru. Pelukan paling manis dan penuh rasa harmonis, tak merasakan yang sangat tidak terduga. Saat selepas berpelukan kami mengobrol dan Arjun bertanya dengan ku tentang boneka Ukir Komodo itu. Aku pun terheran – heran untuk apa dia bertanya tentang mainan itu.

         “ayah ?”

         “iya Arjun.”

         “ayah masih menyimpan boneka ukir Komodo buatan kakek Buyut ?” tanya Arjun.

         “iya kakek mana aku juga belum mengetahuinya. Hehe penasaran soalnya akan aku buat bahan contoh membuat karya seni di sekolah SMP ku.” Ujar David.

         “oke sebentar kakek ambilkan.” Jawabku dan melangkah mengambil boneka itu.

         “ini bonekanya.”

         “woah. Ini sangat mengagumkan.” Ujar David dengan terpukau dengan ukiran kakek cicitnya.

         “bolehkah boneka ini akan aku bawa untuk contoh membuat karya seni dari kayu randu ini kakek?” tanya David sambil memegang boneka Komodo.

         “tentu cucuku. Baik – baik bakat kakek cicitmu akan tertanam di dalam jiwamu. Hehe.” Kata ku.

         “ucap syukur kakek hehe.” Jawab David dengan tersenyum malu.

         Dari sendau gurau itu keharmonisan mulai terukir Kembali dalam kenangan yang dulu pernah berdebu. Sungguh aku tak menyangka tanpa keharmonisan, debu bagaikan kesepian yang mengotori sebuah kecerian dalam keluarga.

 




Komentar

  1. πŸ™πŸ½πŸ™πŸ½πŸ“πŸ“πŸ’­ excellent work πŸ‘ŒπŸ½

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 perbedaan anak remaja sekarang dengan anak remaja jaman dulu

perbedaan ikan air dangkal dengan ikan air dalam

Tinta Dalam Doa . This is poerty by Cahyon Elix's