Dinasti Joseon
Dinasti Joseon, Chosŏn, Chosun, Choseon (Juli 1392 – Agustus 1910), adalah sebuah negara
Kerajaan Joseon 대조선국 (大朝鮮國) 조선왕조 (朝鮮王朝) | ||||||
| ||||||
| ||||||
Teritori Joseon setelah penaklukkan Jurchen oleh Raja Sejong
| ||||||
Ibu kota | Hanseong | |||||
Bahasa | Korea | |||||
Agama | Neo-Konfusianisme | |||||
Pemerintahan | Monarki | |||||
Wang | ||||||
- | 1392 - 1398 | Taejo (pertama) | ||||
- | 1863 - 1897 | Gojong (terakhir)1 | ||||
Yeong-uijeong | ||||||
- | 1431 - 1449 | Hwang Hui | ||||
- | 1466 - 1472 | Han Myeonghoe | ||||
- | 1592 - 1598 | Ryu Seongryong | ||||
- | 1894 | Kim Hongjip | ||||
Era sejarah | Kerajaan | |||||
- | Pemberontakan 1388 | 20 Mei 1388 | ||||
- | Penobatan Taejo | 1392 1392 | ||||
- | Pengumuman penciptaan Hangul | 9 Oktober 1446 | ||||
- | Perang Tujuh Tahun | 1592 - 1598 | ||||
- | Invasi Manchu | 1636 - 1637 | ||||
- | Perjanjian Ganghwa | 27 Februari 1876 | ||||
- | Perubahan jadi kekaisaran | 12 Oktober 18971897 | ||||
1Menjadi Kekaisaran Korea tahun 1897 |
berdaulat yang didirikan olehYi Seong-gye yang pada saat ini menjadi Korea. Dinasti Joseon bertahan selama 5 abad
lebih. Pendirian Joseon terjadi setelah lengsernya Dinasti Goryeo yang beribukotakan di Gaeseong dan kemudian berpindah
ke Hanyang.
Wilayah Dinasti Joseon diperluas sampai batas Sungai Yalu dan Duman di paling utara setelah berhasil menaklukkan bangsa Jurchen.
Joseon merupakan dinasti Konfusius yang terlama memerintah di dunia. Setelah pendeklarasian Kekaisaran
Korea tahun 1894, masa kekuasaan dinasti ini berakhir saat
dimulainya penjajahan Jepang tahun 1910.
|
Pendiri Joseon adalah Yi Seong-gye yang diangkat jadi Raja
Taejo. Ia adalah seorang anggota klan Yi dari Jeonju yang melakukan kudeta terhadap Raja Woo dari Goryeo. Yi Seong-gye
terkenal sebagai ahli militer cerdik dalam memimpin perang terhadap bajak laut Jepang yang mengganggu perairan Korea. Ia memindahkan ibukota dari Gaegyeong (kini Gaeseong) keHanseong dan mendirikan istana Gyeongbok tahun 1394. Suksesi secara patrilineal dari Raja Taejo tidak pernah terputus sampai zaman modern. Penguasa
terakhir, Sunjong,
atau Kaisar Yungheui yang diturunkan secara paksa oleh militer Jepang sebagai
kepala negara pada tahun 1910. Penerus garis keturunan raja dari
Dinasti Joseon pada saat ini hanyalah keturunan dariYeongchinwang (Putra Mahkota Uimin)
dan Uichinwang (Pangeran Uihwa) yang
merupakan adik Sunjong.
Selama rezimnya, Joseon memimpin penuh Korea, menganut
paham Konfusianisme dan menerapkannya dalam masyarakat, mengimpor dan mengadopsi kebudayaan Tionghoa. Pada saat inilah Korea mencapai kegemilangan dalam bidang budaya,literatur, dan ilmu
pengetahuan. Namun Joseon mengalami kemunduran serius di akhir abad
ke-16 sampai awal abad ke-17 akibat invasi Jepang dan invasi Dinasti Qing.
Hal itu menyebabkan Joseon mulai menjalani kebijakan isolasi terhadap dunia luar sehingga dikenal sebagai Kerajaan Pertapa. Joseon perlahan membuka diri
pada abad ke-18, namun menghadapi perselisihan internal, tekanan asing, serta
pemberontakan dalam negeri sehingga menjelang akhir abad ke-19, Joseon mulai
kehilangan kecakapannya. Pada tahun 1895, Joseon dipaksa menandatangani dokumen
kemerdekaan dari Dinasti Qing setelah kemenangan Jepang dalam Perang Sino-Jepang Pertama serta Perjanjian Damai Shimonoseki. Pada tahun 1897-1910,
Joseon secara umum dikenal sebagai Kekaisaran Korea untuk menandakan bahwa Joseon tidak lagi berada dalam kekuasaan Dinasti
Qing. Kekaisaran Jepang mengakhiri era Dinasti Joseon pada tahun 1910 saat Raja
Gojong dipaksa menandatangani Perjanjian Aneksasi Jepang –
Korea.
Masa Dinasti Joseon telah meninggalkan warisan yang
sangat berpengaruh bagi wajah Korea modern; etikat dan norma-norma budaya,
perilaku bermasyarakat, dan juga bahasa Korea modern dan dialeknya berakar dari
pola pemikiran tradisional dalam periode ini.
Sejarah
Awal perkembangan
Di akhir abad ke-14 M, dinasti Goryeo yang berusia 400 tahun yang didirikan Wang-geon tahun 918 lengser, fondasinya melemah akibat perang yang berkepanjangan dan
penjajahan de facto oleh Kekaisaran Mongol.
Dalam tubuh kerajaannya sendiri juga mengalami perselisihan dikarenakan tidak
hanya penguasanya gagal mengendalikan secara efektif kerajaannya, namun juga
dianggap tercemari oleh generasi-generasi dari perkawinan paksa dengan anggota
keluarga Kekaisaran Mongol dan keluarga rival (bahkan ibu dari Raja Woo adalah
rakyat biasa, yang membuat tersebarnya rumor yang meragukan keturunannya dari Raja Gongmin. Dalam kerajaan, kelompok para
bangsawan, jenderal, bahkan perdana menterinya terpecah-pecah dalam partai
berbeda yang tujuannya mencari kekuasaan semata. Dengan meningkatnya serangan
bajak laut Jepang dan kelompok Sorban Merah, kekuasaan kerajaan mulai
didominasi oleh 2 kelompok bangsawan, Bangsawan Sinjin dan Bangsawan Gwonmun,
serta seorang jenderal yang dapat menangkis ancaman asing; Jenderal berbakat Yi
Seong-gye dan rivalnya Choe Yeong.
Menyusul berdirinya Dinasti Ming dibawah pimpinan Zhu Yuanzhang yang karismatik (Kaisar Hongwu), kekuasaan dalam tubuh Goryeo terpecah ke dalam faksi-faksi yang saling berkonflik yaitu kelompok yang
dipimpin Jenderal Yi (pendukung Ming) dan Jenderal Choe (di posisi Mongol).
Ketika utusan Ming tiba di Goryeo tahun 1388 (tahun ke-14 rezim Raja Woo) untuk
meminta pengembalian teritori utara Goryeo kepada Ming, Jenderal Choe
menggunakan kesempatan itu untuk melakukan invasi terhadap Semenanjung
Liaodong (Goryeo mengklaim sebagai penerus
kerajaan kuno Goguryeo dan menginginkan untuk mengembalikan kejayaannya dengan mengambil alih Manchuria). Jenderal
Yi yang dapat dipercaya dijadikan pemimpin invasi, namun pada saat mencapai
Pulau Wuihwa di Sungai Yalu, ia memberontak dan memimpin balik pasukan ke
ibukota Gaegyeong, melakukan pembunuhan terhadap Jenderal Choe dan para
pengikutnya. Ia memulai kudeta terhadap Raja Woo dan mengangkat
putranya, Raja Chang pada tahun 1388. Karena usaha restorasinya gagal Jenderal
Yi membunuh mantan Raja Woo dan Raja Chang lalu memaksa raja baru naik tahta,
yakni Raja
Gongyang. Setelah memaksakan kekuasaanya secara tidak langsung
melalui raja boneka, Yi mulai bersekutu denagn Bangsawan Sinjin seperti Jeong Do-jeon dan Jo Jun. Sebagai jenderal de facto Goryeo, ia membuat
Undang-Undang Gwajeon yang secara efektif bertujuan untuk menyita tanah dari
tuan tanah kaya dan kelompok bangsawan konservatif Gwonmun, lalu
membagi-bagikannya kepada pendukungnya di kelompok Sinjin. Pada tahun 1392
(tahun ke-4 rezim Raja Gongyang), putra ke-5 Yi, Yi Bang-won, demi kesetiaanya
pada ayahnya memerintahkan 5 orang untuk mengeksekusi seorang bangsawan
pendukung rezim lama bernama Jeong Mong-ju di Jembatan Seonjuk dekat ibukota. Tahun
yang sama, Yi menuruntahtakan Raja Gongyang, mengasingkannya ke Wonju dan naik tahta. Dinsati Goryeo berakhir setelah 500 tahun berkuasa.
Penghapusan sisa-sisa Goryeo
Pada awal kekuasaan Yi Seong-gye, sekarang
Raja Taejo, berniat melanjutkan penggunaan nama Goryeo untuk negara dan secara
sederhana mengubah garis kekuasaan untuk keturunannya, lalu tetap melanjutkan
500 tahun kekuasaan Goryeo. Namun dengan banyaknya ancaman dari kelompok pro-rezim
sebelumnya, yakni kelompok bangsawan Gwonmun, Raja Taejo akhirnya melakukan
reformasi besar seluruh sistem dengan nama dinasti Joseon pada tahun 1393.
Dengan deklarasi kekuasaan baru, kerajaan sekarang
menemui masalah dengan sisa-sisa keturunan dari keluarga Wang. Raja Taejo dan
pejabatnya merasa bahwa legitimasi kepemimpinannya selalu dipermasalahkan oleh
sisa-sisa anggota keluarga Goryeo, mereka harus menekan pemberontakan massa
atau justru membahayakan kursi kepemimpinan mereka yang baru. Akhirnya, Raja
Taejo menyuruh perdana menterinya Jeong Do-jeon memerintahkan semua keluarga
Wang pergi ke pantai barat dan mengasingkan mereka semua ke pulau Ganghwa,
dimana mereka diharapkan dapat hidup tenang dan jauh dari pemerintahan. Namun
semua rencana itu rupanya jebakan, pada saat berlayar kapal dengan sengaja
ditabrakkan ke karang sampai tenggelam bersama seluruh penumpangnya. Konon
berdasarkan cerita rakyat beberapa anggota yang selamat dan mencapai daratan,
mengganti nama marga mereka, Wang (王), menjadi Ok (玉) untuk menyembunyikan keturunan mereka.
Setelah seluruh sisa keluarga dari Goryeo
disingkirkan, Raja Taejo menginginkan ibukota baru. Walau Gaegyeong telah
menjadi ibukota pemerintahan selama lebih dari 400 tahun, adalah tradisi untuk
dinasti baru memindahkan ibukota ke lokasi baru menurut cara faengshui dan
geomansi. Gaegyeong (kini Gaeseong di Korea Utara)
dianggap sudah kehilangan energi untuk dijadikan pusat pemerintahan. Hasilnya,
3 tempat terpilih sebagai calon ibukota baru: kaki gunung Gyeryeong serta kota Muak dan Seoul. Lokasi di kaki gunung Gyeryeong ditolak
setelah diketahui memiliki tanah yang kurang bagus dan kurangnya sarana
komunikasi, sementara Muak dipertimbangkan serius sebelum akhinrya Raja Taejo
memutuskan Hanyang sebagai tempat yang paling tepat. Hanyang dapat dengan mudah
dicapai dari darat dan laut, berpusat di tengah-tengah semenanjung
Koreadan dalam sejarahnya tempat ini dahulu selalu diperebutkan Tiga
Kerajaan karena tanahnya yang subur. Selama
berabad-abad Hanyang dipercaya adalah tempat yang penuh aliran energi geomansi yang baik. Ia
bergunung-gunung di utara dan berbukit-bukit di selatan sebagai pelindung, dan
diantaranya terdapat dataran lapang sehingga memenuhi kriteria poros
utara-selatan. Hanyang dijadikan ibukota resmi tahun 1394 dan nama formalnya adalah Hanseong. Istana dibangun di kaki gunung Bugak. Wilayah yang dihuniharimau ini secara cepat dibangun dengan jalan, gerbang, jembatan, perumahan,
fasilitas publik dan 5 istana besar yang semuanya diselesaikan tahun 1394.
Sebelum berakhirnya pertengahan abad ke-15, semua fasilitas kota telah
diselesaikan dan berjalan dengan baik.
Perselisihan awal
Raja Taejo punya 2 orang istri, yang keduanya
memberikan putra. Istri pertamanya, Ratu Sinui, telah lebih dulu meninggal saat
penggulingan Goryeo, namun ia melahirkan 6 orang anak laki-laki. Istri Raja
Taejo setelah penobatan adalah Raja Sindeok, yang melahirkan 2 orang putra.
Ketika dinasti yang baru disahkan dan memerintah negeri, Taejo memilih untuk
mengangkat salah seorang penerusnya. Walau putranya yang ke-5 dari Ratu Sinui,
Yi Bang-won telah berjasa besar dalam membantu sepak terjang ayahnya, namun
sebenarnya Yi Bang-won bermusuhan dengan 2 tokoh penting raja dalam kerajaan,
perdana menteri Jeong Do-jeon dan Nam eun. Kedua pihak, Yi Bang-won dan perdana menteri
memelihara kebencian dan saling merasa terancam.
Ketika jadi jelas Yi Bang-won adalah penerus kerajaan,
Jeong Do-jeon menggunakan kekuasaannya untuk memengaruhi keputusan raja agar
memilih penerus dari putranya yang paling ia sayangi, bukannya dari yang paling
cocok untuk menduduki jabatan raja. Pada tahun 1392, putra ke-8 raja (putra
ke-2 dari Ratu Sindeok), Pangeran Besar Ui-an (Yi Bang-seok) ditunjuk sebagai
Pangeran Penerus Kerajaan. Setelah kematian tiba-tiba ratu, dan suasana istana
masih diliputi duka, Jeong Do-jeon berkonspirasi untuk mengeliminasi Yi
Bang-won dan saudara-saudaranya guna menyelamatkan posisinya di istana.
Mengetahui akan hal ini, Yi Bang-won bertindak dan membunuh Jeong Do-jeon, para
pengikutnya, serta 2 orang putra raja dari mendiang ratu Sindeok. Insiden ini
dikenal sebagai Perselisihan Pertama Pangeran. Melihat kenyataan putranya
saling membunuh guna mendapat kursi raja, dan secara psikis menderita akibat
kematian istrinya, Raja Taejo segera menaiktahtakan putra keduanya, Yi Bang-gwa
menjadi Raja Jeongjong sebagai penerusnya.
Setelah itu ia pergi menyepi ke Hamhung di utara.
Salah satu usaha Jeongjong sebagai raja adalah
mengembalikan lagi ibukota ke Gaeseong, dimana ia merasa lebih nyaman.
Sementara Yi Bang-won, yang masih tidak puas dengan kenyataan kakaknya naik
tahta, mulai mencalonkan diri sebagai Saudara Pangeran Penerus Kerajaan, gelar
tradisional untuk saudara raja yang ditunjuk sebagai penerus raja jika raja
yang berkuasa tidak punya calon pengganti. Bagaimanapun juga usahanya dilawan
oleh putra Taejo ke-4, pangeran Yi Bang-gan, yang juga ingin menduduki jabatan
raja. Tahun 1400, ketegangan antara faksiYi Bang-won dan faksi Yi Bang-gan
meningkat menjadi konflik besar yang dikenal sebagai Perselisihan Kedua Pangeran.
Akibat perselisihan ini Raja Jeongjong mengasingkan Yi Bang-gan ke Tosan dan
mengeksekusi mereka yang melawan Yi Bangwon. Dengan penuh intimidasi, Raja
Jeongjong segera mencalonkan Yi Bang-won sebagai penerus dan secara sukarela
turun tahta. Tahun yang sama, Yi Bang-won naik tahta Joseon sebagai Raja
Taejong. Tahun 1401, Dinasti Joseon mulai menjalin hubungan
diplomatik dengan Dinasti Ming.
Di awal rezim Taejong, Mantan Raja Besar, Taejo,
menolak untuk memberikan stempel kerajaan guna mengesahkan legitimasi kepada
Taejong. Merasa tidak mendapat dukungan sang ayah yang tidak mengakuinya sebagai
pemimpin de jure akibat kematian saudara-saudaranya yang ia akibatkan, Taejong
mengirim beberapa utusan ke Hamhung. Salah seorangnya adalah Bak Sun, teman
masa kecilnya untuk meminta stempel itu. Bagaimanapun juga Taejo yang masih
tidak memaafkan anaknya memerintahkan para pengawal menghabisi setiap utusan
yang datang. Insiden ini kemudian dikenal dengan Kasus dari Utusan Hamhung, dan
istilah utusan Hamhung masih digunakan hingga kini untuk menyebut seseorang
yang pergi bertugas namun tidak pernah pulang tanpa kabar.
Konsolidasi kekuasaan
Karena ayahnya tidak mau mewariskan stempel kerajaan
sebagai tanda sah, Taejong mulai membuat kebijakan yang ia percaya dapat
mebuktikan kepandaian dan haknya dalam memimpin. Salah satu usahanya adalah
menghapus hak-hak khusus yang dinikmati para pejabat dan bangsawan kerajaan
guna memelihara kemiliteran negara. Pencabutan hak-hak isitimewa mereka untuk
memperkuat militer secara efektif memperlemah kemampuan para pejabat untuk
melakukan pemberontakan, dan juga secara dramatis meningkatkan jumlah orang
yang masuk ke militer.
Usaha Taejong selanjutnya adalah memperbaiki
undang-undang yang terdahulu yang berkaitan dengan pajak kepemilikan tanah.
Walau banyak dari para bangsawan yang diuntungkan dari kebijakan Raja Taejo yang
mendistribusikan properti dari bangsawan Gwonmun kepada kelompok Sinjin. Namun
bangsawan Sinjin menghindari pajak dengan sengaja menyembunyikan tanah-tanah
yang mereka beli. Kebijakan Taejong menginvestigasikan kepemilikan tanah pada
tahun 1405 mengakhiri praktik semacam itu. Dengan penemuan tanah-tanah yang
tersembunyi ini, pendapatan nasional meningkat 2 kali. Selain itu Raja Taejong
memulai survei populasi untuk pertama kalinya pada tahun 1413 dan memerintahkan
untuk mendokumentasikan klan atau nama keluarga, tempat kelahiran atau
kematian, tanggal lahir dan kematian terhadap semua pria Joseon. Semua pria
diatas usia 16 tahun, dari kelas manapun di dalam masyarakat, diharuskan oleh
hukum membuat tablet kayu yang merekam nama, tanggal lahir, dan informasi
lainnya. Banyak ahli sejarah modern menganggap kebijakan ini berguna sebagai
sistem identifikasi sosial warga Joseon dan juga dapat mencegah pria lari dari
tugas dan kewajiban militer.
Pada tahun 1392 (tahun ke-2 Raja Jeonjong), Taejong memainkan peran penting
dalam menghentikan Sidang Dopyeong, dewan dari adminstrasi pemerintahan lama
yang melakukan monopoli dalam istana selama tahun-tahun akhir Dinasti Goryeo
dan membentuk Departemen Euijeong, cabang baru dari adminstrasi pusat yang
dikendalikan raja. Setelah melakukan dokumentasi subjek dan kebijakan
perpajakan, Raja Taejong membuat kebijakan baru dimana semua keputusan yang
dikeluarkan oleh Departemen Euijeong-lah yang sah dengan pengesahan dari raja.
Kebijakan ini mengakhiri cara lama dimana para pejabat kerajaan membuat
keputusan melalui debat dan negosiasi sementara raja hanya sebagai pemerhati
saja. Cara ini labih jauh melibatkan sang raja dalam administrasi dan
meningkatkan pengaruh kekuasaannya. Setelah itu Taejong kembali membentuk satu
lagi kantor pemerintah, yaitu Kantor Sinmun, untuk menerima kasus-kasus dimana
rakyat menerima perlakuan tidak adil atau dieksploitasi oleh para pejabat dan
bangsawan.
Selama masa pemerintahan Taejong, ketegangan yang
meningkat antara kelompok Buddhis dan pengikut paham Konfusius menjadi masalah,
jadi pemerintahan baru memutuskan untuk mengubah paham negara menjadi Konfusius.
Pemberlakuan sistem kelas sosial ketat dimulai sejak era ini, dimana kelas bangsawan (yangban) menempati posisi tinggi. Pada tahun 1443
abjad Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong.
Sebelumnya semua kalangan terpelajar menggunakan sistem penulisan hanja, dimana
digunakankarakter
Tionghoa sebagai teks. Sedangkan bahasa penulisan
digunakan sistem hanmun yang didasarkan pada bahasa Tionghoa Klasik untuk dokumen-dokumen
resmi.
Bagaimanapun juga, dengan hadirnya hangeul, penggunaan
hanja dan hanmun tidak berhenti. Para bangsawan terpelajar yang mampu menulis
dan membaca hanja, tidak sudi menggunakan hangul. Hangul mulai populer
menjelang akhir abad ke-19, dan penggunaan hanja dan hanmun mulai menurun sejak
pertengahan abad selanjutnya.
Selama era Joseon, sistem administrasi yang
tersentralisasi dilaksanakan berdasarkan sistem konfusius oleh yangban. Yangban
berarti 2 kelompok kelas, dan terdiri atas kelompok militer dan birokrat. Untuk
menjadi yangban harus melewati ujian-ujian, namun kadang-kadang putra bangsawan
yang dihormati diberikan hak khusus. Seluruh negeri mengadopsi sistem kelas
sosial ketat, dengan raja (wang) di puncak, bangsawan (yangban) dibawahnya,
chungin atau pegawai pemerintahan berada dibawahnya lagi, lalu populasi rakyat
jelata atau sangmin yang umumnya berprofesi sebagai petani, pekerja dan nelayan
berada di bawah kelas chungin. Kelas sangmin dikenai pajak Cho (租)•Po (布)•Yuk (役). Seringkali pajak berat dan kasus korupsi para
birokrat menyebabkan kerusuhan. Semua sangmin dapat mencapai posisi yangban,
namun posisi kelas birokrat tidak bisa diwariskan, sedikit dari mereka yang
dapat mengatur waktu dan uang guna mengikuti ujian-ujian.
Pada dasar piramid, adalah kelas cheonmin atau kelas
budak. Perbudakan di Joseon adalah warisan keturunan, namun dapat pula
diberlakukan sebagai hukuman legal. Ada kelas budak yang dimiliki oleh
pemerintah atau pribadi, dan pemerintah dapat menjual budak kepada rakyat kelas
atas. Budak milik pribadi mewariskan keturunan yang juga budak. Selama masa
panen yang buruk, banyak dari kelas sangmin yang sukarela menjadi budak demi
bertahan hidup. Budak pribadi juga dapat bebas jika mereka mampu membayar.
Dalam era Joseon 30% - 40% populasinya adalah kelas budak. Mereka dianggap
mengerjakan pekerjaan kasar seperti tukang daging, dan pembuat sepatu.
Sistem hirarki sosial Joseon diwariskan dari zaman
Goryeo. Pada abad 14 – 17, sistem ini mencapai masa puncaknya. Pada abad 18 –
19, kelas atas bertambah dengan pesat dan sistem ini mulai longgar dan alkhinya
dihapuskan secara resmi tahun 1894. Dalam masyarakat modern sekarang, beberapa
keluarga masih mengenali dan menghormati garis yangban mereka.
Era Joseon mengalami 2 periode perkembangan budaya
yang signifikan, beberapa karya budaya yang dihasilkan adalah Upacara
Teh (Dado), arsitektur taman Korea, dan
banyak karya cemerlang lain. Banyak benteng, pelabuhan dagang dan istana yang
dikonstruksikan.
Penemuan-penemuan penting membuat Joseon mengungguli
ilmu pengetahuan negeri tetangganya, seperti penemuan jam matahari pertama di Asia, serta jam bertenaga airpertama di dunia. Selama era Raja Sejong Besar,
ilmuwan Jang Yeong-sil menciptakan alat pengukur hujan pertama di dunia. Alat
cetak huruf dari metal yang ditemukan tahun 1232 di era Goryeo mendesak produk
cetak lokal di Tiongkok.
Perdagangan
Sejak zaman Goryeo, bangsa Korea sudah menjalin
hubungan dagang dengan bangsa Arab, Tionghoa, dan Jepang. Pelabuhan
dagang besar Joseon yang ramai oleh pedagang internasional contohnya di
Pyongnam. Produksi lokal Korea seperti kain brokat, perhiasan, ginseng, perak, kain
sutera dan porselen memikat pedagang asing. Namun, akibat diubahnya paham
negara menjadi Konfusius dan untuk menghapus pengaruh Buddhisme yang diwariskan
dari zaman Goryeo, keramik hijau (cheongja) khas Goryeo digantikan dengan produk
keramik putih (baekja) khas Joseon yang tidak disukai para pedagang
Tiongkok dan Arab. Selain itu bidang perdagangan menjadi kurang diperhatikan
karena negara sedang giat memajukan bidang pertanian. Kebijakan membayar upeti
secara rutin kepada Tiongkok memaksa Joseon untuk menghentikan produksi
barang-barang mewah seperti emas dan perak dan hanya mengimpor produk-produk
penting dari Jepang. Karena dijadikan mata uang di Tiongkok, perak memainkan
peran penting dalam hubungan dagang Joseon-Ming.
Invasi awal Jepang ( 1592 – 1598)
Selama sejarah Korea, bajak laut Jepang mengacau wilayah pantai dan darat di Korea, oleh karena itu angkatan laut
diperlukan untuk melindungi perdagangan maritim. Tentara Joseon mengembangkan
persenjataan dengan teknologi baru yang diimpor dari Ming seperti meriam dan panah api.
Dalam masa Invasi Jepang ke Korea (1592-1598), penglima
perang Jepang Toyotomi
Hideyoshi yang berambisi menguasai Tiongkok,
menginvasi Joseon dari tahun 1592-1597. Dengan persenjataan modern dari Portugis, dalam
hitungan bulan mereka menduduki semenanjung, Hanseong dan Pyeongyang pun berhasil diduduki. Akibat perpecahan dalam kabinet kerajaan, kurangnya
informasi mengenai kemampuan militer musuh dan gagalnya usaha diplomasi
menyebabkan buruknya persiapan Joseon. BerdasarkanBabad
Dinasti Joseon, serbuan tentara Jepang dibantu oleh budak-budak yang
berontak. Mereka membakar dan meruntuhkan istana Gyeongbok dan perpustakaan catatan budak.
Perlawanan sengit dari rakyat melemahkan kekuatan
musuh dengan kemenangan-kemenangan besar perang naval dalam pimpinan Admiral Yi Sun-shin. Admiral
Yi mengambil alih kendali di perairan dengan menghabisi kapal-kapal suplai
Jepang. Adanya bantuan Ming yang mengirimkan bantuan pasukan dalam jumlah besar
tahun 1593 berhasil memukul mundur pasukan Hideyoshi. Joseon mengembangkan
armada perang dengan perlengkapan canggih dan kemampuan tinggi seperti armada
Geobukseon (Kapal
Kura-kura) yang berlapis besi. Namun, kemenangan Joseon dibayar
dengan harga yang sangat mahal. Lahan pertanian, saluran irigasi, fasilitas
desa dan perkotaan rusak berat. Ratusan ribu penduduk tewas, jutaan lain
menderita kerugian materi. Puluhan ribu seniman, pengrajin dan pekerja terbunuh
dan diculik ke Jepang guna mengembangkan teknik kerajinan mereka. Para samurai
itu juga merampok banyak harta sejarah bernilai Korea, banyak diantaranya
disimpan di museum-museum. Pada tahun 1598, para samurai memotong lebih dari
38.000 telinga dan hidung orang Korea sebagai trofi dan membangun monumen Mimizuka di Kyoto. Setelah
perang berakhir, terputuslahi hubungan Jepang dengan daratan Asia. Jepang tidak
dapat lagi menikmati teknologi yang dimiliki daratan Asia. Setelah kematian
Toyotomi Hideyoshi, negosiasi antara Joseon dan keshogunan
Tokugawa dilakukan oleh Jepang di Tsushima. Pada tahun
1604, Tokugawa
Ieyasu menginginkan dibukanya kembali relasi
dengan Joseon agar mereka bisa berhubungan kembali dengan daratan Asia. Sesuai
perjanjian Tokugawa membebaskan 3000 orang tahanan Joseon. Hasilnya pada tahun
1607, utusan dari Joseon mengunjungi Edo, dan hubungan kedua negara dipulihkan
namun terbatas.
Hubungan dengan Tiongkok setelah Ming
Menyusul berakhirnya invasi Jepang, Joseon mulai
mengisolasi diri. Penguasanya membatasi hubungan dengan negara lain. Sementara
itu Dinasti Ming mulai melemah, sebagian karena terkurasnya biaya akibat
membantu Joseon dalam invasi Jepang dan semakin menguatnya pengaruh suku Manchu atas Tiongkok. Joseon memperketat penjagaan dan kontrol terhadap
lalu-lintas perbatasan, serta menunggu berita dari pergolakan di Tiongkok.
Walau demikian, hubungan dagang tetap berjalan dengan
Mongolia, Tiongkok, Asia Utara dan Jepang. Khusus dengan Jepang, perdagangan
dibatasi oleh raja dengan menunjuk utusan khusus untuk mencegah pembajakan di
laut.
Joseon menderita 2 kali invasi dari suku Manchu, tahun
1627 dan 1637. Joseon menyerah dan menjadi negeri protektorat Dinasti Qing yang
berkewajiban membayar upeti. Pada saat ini Joseon terlibat hubungan dagang dua
arah dengan Qing. Penguasa Qing mengadopsi kebijakan asing untuk menghindari
pendudukan tanah Tiongkok oleh pendatang asing. Kebijakan ini membatasi
kegunaan jalur entrepot (gudang barang) pedagang asing dengan memindahkan pintu
gerbang baru ke Macau. Pintu gerbang entrepot merupakan jalur utama dalam
perdagangan kain sutera produksi Tiongkok
dengan perak dari negara lain. Pengaturan ini memindahkan jalur dagang dari
wilayah utara yang tidak stabil ke provinsi-provinsi selatan, sehingga
membatasi pengaruh orang asing terhadap Tiongkok. Kebijakan ini memengaruhi
Joseon yang merupakan mitra dagang utama mereka. Walau hubungan dagang
diperketat, Joseon tetap menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok (yang saat
itu adalah negara termaju di dunia) dalam produk-produk kekayaan alam,
teknologi terbaru, keramik, dan ginseng. Ekonomi Korea berkembang cukup baik
saat ini, tercatat pengunjung pertama dari barat mengunjungi Korea, yaitu
Hendrick Hamel dari Belanda.
Pada abad ke-19, ketegangan mulai meningkat antara
Tiongkok dan Jepang, mencapai puncaknya dalam Perang Sino Jepang Pertama (1894-1895). Ironisnya sebagian besar dari perang ini terjadi pada wilayah
semenanjung Korea. Setelah Restorasi Meiji,
Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi militer barat. Kekaisaran itu
memaksa Joseon menandatangani Perjanjian Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah Korea demi
mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun kekuatan ekonomi di
semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia Timur.
Dengan kekalahan Tiongkok tahun 1894 dalam perang
akhirnya mencapai kesepakatan dalam Perjanjian Shimonoseki antara kedua belah
pihak, yang digunakan sebagai alasan untuk membebaskan Korea dari pengaruh
Qing. Kemudian Joseon membangun Gerbang Kemerdekaan dan berhenti membayar upeti kepada Qing. Terjepit akan 3 kekuatan besar, Raja
Gojong merasa perlu untuk mempertahankan
integritas nasional dan akhirnya pada tahun 1897 mendeklarasikan Kekaisaran
Han Raya. Ia mengganti gelar menjadi kaisar guna menyatakan
kemerdekaan negerinya. Secara tidak langsung, 1897 merupakan tahun berakhirnya
periode Joseon, namun secara resmi masih memimpin Korea meskipun tahun 1895
Jepang mengacaukan istana dengan pembunuhan Maharani
Myeongseong oleh mata-mata bernama Miura Goro. Tahun 1910 secara resmi era
Dinasti Joseon berakhir bersamaan dengan jatuhnya Korea ke dalam jajahan
Jepang.
Kombinasi efek dari Perang Opium di selatan dan serbuan tentara Jepang di utara terhadap Tiongkok membuat
Jepang semakin menyadari bahwa Korea adalah batu pijakan penting ke Tiongkok,
seperti Makau dan Hong Kong yang direbut Portugis dan Inggris.
Penjajahan Jepang
Dalam seri Pertempuran Port Arthur pada tahun 1905,
Jepang melibas Rusia tanpa ampun. Sebelumnya Rusia dan Tiongkok adalah payung
Korea dan melindunginya dari invasi langsung, namun akibat kekalahan Rusia dan
jatuhnya Tiongkok ke tangan Jepang, tinggallah Korea yang nasibnya bergantung
pada belas kasihan Jepang.
Dengan berakhirnya Perang
Russo-Jepang 1904-1905 dalam kesepakatan dalam Perjanjian Portsmouth, jalan Jepang ke Korea semakin
terbuka. Setelah menandatanganiPerjanjian Portektorat tahun 1905, Korea menjadi protektorat Jepang dengan gubernur Jenderal
pertama adalah Ito Hirobumi.
Hirobumi tewas tahun 1909 di Harbin setelah dibunuh
nasionalis Korea, Ahn Jung-geun.
Peristiwa ini menyebabkan Jepang menjajah Korea tahun 1910.
Keluarga saat ini
foto keluarga joseon saat ini |
Setelah melakukan invasi dan aneksasi secara de facto
tahun 1910, para Pangeran dan Putri Kekaisaran Joseon dipaksa meninggalkan
Korea ke Jepang guna menikah atau belajar.
Pewaris Tahta Kekaisaran, Putra Mahkota Uimin, menikah
dengan Putri Yi Bang-ja (d/h Nashimoto), dan memiliki 2 putra, Pangeran Yi Jin
dan Yi Gu. Kakak Uimin, Pangeran Ui memiliki 12 orang putra dan 9 putri dari
berbagai istri dan selir.
Putra Mahkota Uimin kehilangan statusnya di Jepang
saat berakhirnya Perang Dunia II dan kembali ke Korea tahun 1963 setelah diundang Pemerintah Korea Selatan.
Ia menderita struk saat pesawatnya mendarat di Seoul dan dibawa ke rumah sakit.
Ia tidak pernah sembuh dan meninggal tahun 1970. Kakaknya, Pangeran Ui
meninggal tahun 1955 dan rakyat Korea secara resmi menganggap kematiannya
adalah akhir dari garis keluarga kerajaan.
Baru-baru ini,Yang Mulia Pangeran Yi Seok, putra dari
Pangeran Gang (putra ke-5 Gojong) dan 2 orang lain, mengaku sebagai penerus
tahta kerajaan. Sekarang ia adalah seorang profesor di Universitas Jeonju, Korea Selatan.
Kini, banyak keturunan anggota keluarga kerajaan
tinggal di Amerika Serikat dan Brazil, di luar Korea.
Makam-makam anggota keluarga terdahulu dapat ditemukan
di Yangju. Berdasarkan tulisan yang tertulis di batu nisan, keluarga kerajaan
terakhir adalah keturunan Raja Seongjeong (raja ke-9). Gunung
dan tanah itu dimiliki salah seorang anggota keluarga bernama Yi Won (lahir
1958). [Informasi lebih lanjut di Keluarga Yi.]
Keluarga kekaisaran
Kaisar Gojong (1852-1919) – pemimpin ke-26 dari Istana Kekaisaran Korea, menyebut kakek
buyut besar kepada Raja
Yeongjo.
·
Pangeran Geon (1909-1991) – melepaskan gelar kekaisaran dengan menjadi
warga negara Jepang tahun 1947.
·
Pangeran Penerus Tahta Won (1962-) – mengklaim sebagai calon pemimpin ke-30 Istana Kekaisaran Korea
·
Putra pertama (1998-)
·
Putra kedua (1999-)
·
Yi Jeong
·
Pangeran Jin (1921-1922)
Gelar dan penyebutan Dalam kerajaan
Wang (王 왕; Raja), dengan formalitas sebutan jeonha (殿下 전하; Yang Mulia Raja) atau sebutan lain yang agak jarang
digunakan namun cukup umum, mama (媽媽 마마; juga berarti Yang Mulia Raja). Selain sebutan "jeon ha",
terdapat banyak jenis gelar dan sebutan bagi raja. Contohnya untuk mendiang
raja, gelarnya adalah seondaewang (先大王 선대왕; Mendiang Raja Besar) atau daewang (大王 대왕; Raja Besar); utusan asing menyebut gugwang (國王 국왕; Raja Negeri) dan penghuni istana jika berbicara
dengan raja, formalitas yang lebih dalam harus digunakan yaitu dengan
penyebutan geum-sang (今上 금상; Raja Kini), jusang atau sanggam (主上 주상上監 상감; Raja Berdaulat), atau daejeon (大殿 대전; Istana Besar). Penyebutan untuk raja sama untuk semua gelar, kecuali ibu
suri dan raja yang baru saja turun tahta, yang berbicara dengan raja tanpa
menggunakan formalitas tertentu.
·
Wangbi (王妃 왕비; Permaisuri/Ratu), dengan formalitas
mama (媽媽 마마; Yang Mulia Permaisuri). Formalitas di
istana menggunakan sebutan junggungjeon atau jungjeon (中宮殿 중궁전中殿 중전; Istana Tengah). Permaisuri yang telah menikah dengan raja sampai
meninggalnya biasanya diberi gelar dengan 2 buah huruf hanja di depan dan
akhiran wanghu (王后 왕후; Ratu) di belakangnya.
·
Sangwang (上王 상왕; Mantan Raja), raja yang sukarela turun
tahta untuk digantikan putranya. Mereka umumnya masih memiliki pengaruh pada
masa-masa akhir hidupnya. Formalitasnya adalah jeonha (殿下 전하; Yang Mulia) atau Mama (媽媽 마마; Yang Mulia).
·
Daebi (大妃 대비; Ibu Suri), ibu dari raja,
formalitasnya adalah mama (媽媽 마마; Yang Mulia). Ibu
Suri cukup berpengaruh bagi kekuasaan raja, terutama saat raja masih terlalu
muda dalam memimpin.
·
Taesangwang (太上王 태상왕; Mantan Raja Besar), seorang mantan
raja senior di atas raja lain yang juga sudah turun tahta. Formalitasnya adalah
jeonha (殿下 전하; Yang Mulia) atau mama (媽媽 마마 ; Yang Mulia).
·
Wangdaebi (王大妃 왕대비; Ibu Suri Istana), mantan ratu senior
berada di atas ibu suri senior lain atau dapat juga yang bertindak adalah bibi
sang raja. Formalitasnya mama (媽媽 마마 Yang Mulia).
·
Daewangdaebi (大王大妃 대왕대비; Ibu Suri Istana Besar), mantan ratu
senior yang berada di atas seorang mantan ratu lain dan seorang ratu yang
sedang berkuasa, formalitasnya mama (媽媽 마마; Yang Mulia).
·
Daewongun (大阮君 대원군; Pangeran Dalam Besar), ayah dari
seorang raja yang tidak dapat naik tahta karena ia bukan dari generasi yang
menjadi pewaris tahta (raja-raja yang dihormati dalam Kuil Jongmyo haruslah menjadi senior dari raja berkuasa yang melakukan penghormatan bagi
mendiang raja senior).
·
Budaebuin (府大夫人 부대부인; Istri Pangeran Dalam Besar), istri
dari Pangeran Dalam Besar atau ibu raja yang ayahnya tidak bisa naik tahta.
·
Buwongun (府院君 부원군; Pangeran Dalam), ayah dari
permaisuri/ratu.
·
Bubuin (府夫人 부부인; Istri Pangeran Dalam), ibu dari
permaisuri/ratu.
·
Gun (君 군; Pangeran), sebutan untuk putra raja
yang lahir dari hubungan dengan selir atau keturunan dari Pangeran Besar.
Formalitasnya adalah agissi (아기씨; Yang Mulia) sebelum pernikahan dan daegam (大監 대감; Yang Mulia) setelahnya.
·
Gunbuin (郡夫人 군부인; Istri Pangeran), istri dari pangeran.
·
Daegun (大君 대군;Pangeran Besar), pangeran yang lahir
secara resmi antara hubungan raja dan ratu, formalitasnya adalah agissi (아기씨; Yang Mulia) sebelum pernikahan dan
daegam (大監 대감; Yang Mulia) setelahnya.
·
Bubuin (府夫人 부부인; Istri Pangeran Besar), istri dari
pangeran besar.
·
Wonja (元子 원자; Pangeran Istana), putra pertama raja
sebelum secara formal diangkat sebagai calon pewaris tahta, dengan formalitas
mama (媽媽 마마 Yang Mulia). Umumnya Pangeran Istana
adalah putra yang lahir dari hubungan resmi raja dan ratu, namun ada
pengecualian saat gelar Pangeran Istana diberikan pada putra pertama raja
dengan selir, contohnya adalah yang terjadi pada masa Raja
Sukjong.
·
Wangseja (王世子 왕세자; Pangeran Istana Penerus), calon
pewaris tahta, dengan putra tertua diberikan hak atas saudara-saudaranya, dengan
gelar yang disingkat seja (世子 세자; Pangeran Penerus)
dengan formalitas jeoha (邸下 저하; Yang Mulia). Dalam sebutan yang kurang
formal digunakan gelar donggung (東宮 동궁; Istana Timur) atau chungung (春宮 춘궁; Istana Musim Semi) dengan formalitas mama (媽媽 마마; Yang Mulia).
·
Wangsaejabin (王世子嬪 왕세자빈; Istri Pangeran Penerus Istana), istri
dari pangeran penerus atau sederhananya Istri saejabin (世子嬪 세자빈; Pangeran Penerus), dengan formalitas manora 마노라, atau manura마누라 (Yang Mulia).
·
Gongju (公主 공주; Putri), putri dari hubungan resmi raja
dengan permaisuri, formalitasnya agissi (아기씨; Yang Mulia) sebelum pernikahan dan jaga (자가; Yang Mulia) setelahnya.
·
Ongju Putri (翁主 옹주; Putri), putri dari hubungan antara raj
dan selir, formalitasnya agissi (아기씨; Yang Mulia) sebelum pernikahan dan jaga (자가; Yang Mulia) setelahnya.
·
Wangseje (王世弟 왕세제; Saudara Penerus Pangeran Istana),
saudara laki-laki (adik) raja yang telah dicalonkan menjadi pewaris tahta saat
sang raja tidak memiliki keturunan.
·
Wangseson (王世孫 왕세손; Keturunan Penerus Pangeran Istana),
putra dari Pangeran Penerus dan Istri Pangeran Penerus, dan cucu dari raja,
dengan formalitas hap-a (閤下 합하; Yang Mulia).
Semasa
kekaisaran
·
Hwangje (皇帝 황제), kaisar, dengan formalitas pyeha (陛下 폐하; Yang Mulia Kaisar)
·
Hwangtaehu (皇太后 황태후), Ibu Suri
·
Taehwangtaehu (太皇太后 태황태후), Ibu Suri senior, nenek Kaisar
·
Hwangtaeja (皇太子 황태자), Putra Mahkota Kaisar, dengan
formalitas jeonha (殿下 전하; Yang Mulia)
·
Hwangtaeja-bi (皇太子妃 황태자비), Putri Mahkota istri Putra Mahkota,
dengan formalitas Yang Mulia
·
Chinwang (親王 친왕), Pangeran putra kaisar, dengan
formalitas Yang Mulia
·
Chinwangbi (親王妃 친왕비), Putri istri pangeran, dengan
formalitas Yang Mulia
·
Gongju (公主 공주), Putri Kaisar, anak perempuan Kaisar
dan Maharani, dengan formalitas Yang Mulia
·
Ongju (翁主 옹주), Putri Kaisar, anak kaisar dengan,
dengan formalitas Yang Mulia
Referensi
Saat ini tidak ada lagi sejarawan resmi dari keluarga
kerajaan, dan di Korea, 2 koleksi babad tentang 2 kaisar terakhir yang diedit
dengan bantuan dalam bahasa Jepang tidak dimasukkan ke dalam koleksi
keseluruhan. Referensi mengenai Anggota Keluarga Kerajaan dan aktivitasnya saat
ini hanya dapat ditemukan di website lingkungan kerajaan.